Header Ads

KPB Bionic UNY
  • Breaking News

    Miniriset: Keanekaragaman Jenis Burung di Desa Wonotirto, Temanggung.

    oleh: Rinda Fatin Aisyah

    Burung merupakan satwa yang mempunyai mobilitas tinggi dan menyebar ke berbagai wilayah serta jumlahnya mencapai 9.000 jenis (Perrins dan Birkhead 1983). Jumlah jenis burung di Indonesia tercatat 1.666 jenis (Susanti 2014) yang mampu hidup di hutan yang lebat hingga ke perkotaan padat penduduk. 

    Penelitian mengenai burung penting dilakukan karena jika suatu areal tersebut memiliki kelimpahan burung yang tinggi, maka bisa menjadi salah satu indikator bahwa kondisi lingkungan baik (Sujatmika et al. 1995). Hal ini dikarenakan burung memiliki kemampuan untuk menyebarkan biji, membantu penyerbukan, predator alami satwa lain, dan lain-lain. Burung dalam melakukan aktivitasnya membutuhkan habitat. Salah satu habitat yang diduga baik untuk burung adalah Desa Wonotirto, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung. Hal ini dikarenakan pada wilayah ini terdapat berbagai jenis tanaman yang diperkirakan mampu mendukung perkembangbiakan burung. Selain itu, keberadaan Desa Wonotirto di kaki Gunung Sumbing menunjang berbagai jenis burung untuk hidup di wilayah tersebut.

    Desa Wonotirto ini memiliki luas 544,33 ha dengan wilayahnya sebagian besar berupa persawahan dan hutan negara sehingga memungkinkan tingkat keanekaragaman burungnya melimpah karena terdapat vegetasi untuk tempat bersarang, tempat mencari makan, dan minum. Namun sejauh ini, belum ada kegiatan pengelolaan berupa monitoring burung karena pengelolaan Desa Wonotirto masih dalam lingkup pengembangan berupa hasil tanam petani. Tidak adanya kegiatan monitoring burung menyebabkan minimnya data aktual untuk studi keanekaragaman jenis burung dan tidak adanya identifikasi aktivitas masyarakat kaitannya dengan kelestarian ekosistem di Desa Wonotirto.

    Adapun tujuan dari mini-riset ini, yaitu mengetahui keanekaragaman jenis burung yang ada di Desa Wonotirto, Bulu, Temanggung dan mengidentifikasi aktivitas masyarakat Desa Wonotirto kaitannya dengan keberlangsungan hidup berbagai jenis burung.

    Burung atau dalam nama ilmiah disebut aves merupakan vertebrata yang paling akhir mendiami bumi. Diperkirakan 8700 spesies yang hidup tersebar diseluruh dunia dari Artik hingga Antartika baik di lautan maupun di daratan, bahkan di kepulauan yang paling terpencil sekali banyak yang memiliki burung sendiri. Ciri burung paling utama adalah adanya bulu dan paruh (Sukiya, 2001). Tiap-tiap burung memiliki habitatnya masing-masing. Ada yang berhabitat di daerah terestrial maupun akuatik. Ciri dari keduanya pun berbeda-beda. Setiap burung memiliki ciri-ciri tertentu untuk mempertahankan hidupnya.

    Salah satu contoh habitat terestrial atau habitat daratan adalah habitat di Desa Wonotirto, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung. Desa Wonotirto berada di kaki Gunung Sumbing dengan jumlah vegetasi yang relatif banyak. Desa Wonotirto sendiri berjarak 14 km dari ibu kota Kabupaten Temanggung dan 8,6 km dari ibu kota Kecamatan Bulu. Desa ini memiliki ketinggian sekitar 1200 mdpl dan berdasarkan data geografi dikategorikan dalam dataran tinggi (Anonim, 2014). 

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Desa Wonotirto, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung ditemukan 11 jenis burung dari famili yang berbeda-beda, antara lain: walet linci, cucak kutilang, cabai bunga api, jinjing batu jantan, sikatan belang jantan, bentet kelabu, burung gereja, kicuit batu, cekakak jawa, caladi tilik, dan bondol jawa. 

    Burung yang relatif banyak ditemukan pada kawasan ini salah satunya adalah burung cucak kutilang. Burung cucak kutilang (familia Pycnonotidae) adalah suku burung pengicau dari Afrika dan Asia tropis. Burung-burung ini kebanyakan memiliki suara yang merdu dan nyanyian yang beraneka ragam, kerap kali hutan menjadi ribut oleh suaranya terutama di pagi dan petang hari. Burung cucak kutilang ditemukan hinggap di pepohonan dan biasanya dalam satu pohon ditemukan kurang lebih 2 ekor cucak kutilang. Menurut teori, cucak kutilang dapat hidup di tepi jalan, kebun, semak belukar, dan hutan sekunder hingga ketinggian 1600 mdpl. Dengan kondisi wilayah yang masih alami dengan ketinggian kurang lebih 1200 mdpl memungkinkan di Desa Wonotirto relatif banyak ditemukan burung cucak kutilang karena habitatnya sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan cucak kutilang untuk bertahan hidup. Selain itu, kawasan Desa Wonotirto yang memiliki vegetasi yang relatif beragam memungkinkan terdapat banyak serangga yang menjadi makanan dari burung cucak kutilang. Burung cucak kutilang hidup berkelompok, baik dengan sejenis maupun jenis lainnya sehingga tak jarang dalam satu pohon ditemukan beberapa burung cucak kutilang. 

    Selain burung cucak kutilang adapun burung yang relatif banyak ditemukan yaitu burung walet linci dan burung gereja. Burung walet linci merupakan burung yang hidup di daerah tropis lembab. Walet linci biasanya hidup didaerah yang banyak terdapat serangga karena makanan utama dari walet linci adalah serangga. Selain itu banyaknya populasi walet linci dimungkinkan karena di kawasan Desa Wonotirto sendiri selain terdiri atas pepohonan besar juga terdapat sawah warga yang dimungkinkan pula terdapat beberapa jenis hama. Disamping itu kawasan ini juga ditumbuhi semak-semak yang terdapat banyak sekali belalang kecil. Berdasarkan teori, makanan walet linci, yaitu serangga seperti wereng, kumbang, belalang kecil, semut, laron, hama putih padi, penghisap batang padi, dan sundlep (Idan, 2014). 
    Kawasan di Desa Wonotirto ini termasuk kawasan yang minim pencahayaan dikarenakan wilayahnya yang terdiri dari pepohonan dan persawahan serta relatif jauh dari perumahan warga. Namun, walet linci tetap dapat melakukan aktivitasnya karena memiliki kemampuan ekolokasi. Ekolokasi yaitu kemampuan mengeluarkan suara dengan frekuensi tertentu secara terputus-putus dan kemudian menangkap kembali pantulan suara tersebut untuk menentukan jarak suatu benda yang memantulkannya. Kemampuan ini memungkinkan walet untuk terbang di kondisi yang gelap. Selain itu, ekolokasi juga berfungsi untuk berkomunikasi dan memberikan peringatan agar tidak mendekati sarangnya. Burung walet linci ditemukan hidup secara berkoloni dan terbang dengan cepat. Hal ini dikarenakan famili Apodidae ( a= tidak, podos= kaki) memiliki kaki yang pendek dan lemah sehingga tidak memungkinkan untuk bertengger di pohon (Eka, 2000). 

    Adapun burung yang ditemukan relatif banyak, yaitu burung gereja. Burung gereja termasuk dalam famili Passiridae. Burung ini banyak ditemukan di kawasan Desa Wonotirto karena kawasan ini mendukung kelangsungan hidup burung gereja dengan tersediannya jenis serangga yang menjadi makanan dari burung gereja. 

    Burung cabai bunga api juga ditemukan di kawasan ini. Burung ini terlihat sedang bertengger di pohon. Cabai bunga api yang bercorak orange dengan mantel biru kehitaman ini diperkirakan dapat hidup di kawasan Desa Wonotirto karena kondisi habitat yang diperlukan untuk hidup cabai bunga api cocok dengan kawasan ini, yaitu tersebar sampai ketinggian 1800 mdpl. Serangga kecil yang ada di sekitar vegetasi di kawasan ini pun menjadi makanan dari burung cabai bunga api. 

    Adapun burung jinjing batu jantan yang terlihat sedang bertengger diantara pepohonan besar. Kawasan Desa Wonotirto terbilang menjadi habitat yang cocok untuk keberlangsungan hidup burung jinjing batu jantan karena burung ini dapat hidup didaerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 1100-1500 mdpl. Selain dari segi habitat yang sesuai, keberlangsungan hidup burung jinjing batu dikawasan ini juga didukung dengan makanan yang terpenuhi yaitu berupa serangga seperti kupu-kupu, tempayak, dan laba-laba. 

    Sikatan belang jantan juga dapat di temukan di Desa Wonotirto. Burung ini berwarna hitam dan putih untuk burung yang jantan. Sikatan belang jantan dimungkinkan dapat hidup di kawasan ini karena kondisi alam yang sesuai dan mendukung keberlangsungan hidup sikatan belang. Desa Wonotirto dengan ketinggian 1200 mdpl sesuai dengan kategori habitat sikatan belang jantan dimana berkisar antara 1000-2600 mdpl. Pada saat pengamatan, sikatan belang jantan ini terlihat sedang bertengger di pohon. Menurut teori yang ada, burung ini terlihat sering mengunjungi hutan pegunungan, hutan lumut, dan hutan cemara, serta mencari makan di semua tingkat tajuk. 

    Pada pengamatan, ditemukan pula burung bentet kelabu. Burung ini terlihat sedang bertengger di pohon. Warnanya yang cantik dengan perpaduan warna orange dan abu-abu tak memperlihatkan bahwa ternyata burung ini memiliki kemampuan pengintaian yang mumpuni. Bentet kelabu biasanya bertengger di ujung gelagah tinggi atau ranting pohon di padang rumput terbuka, persawahan maupun tepi hutan yang memiliki tegakan pohon untuk mengintai mangsanya. Di tempat yang tinggi, bentet kelabu dapat dengan mudah mengintai gerak-gerik mangsanya. Umumnya, bentet kelabu lebih memilih mangsa yang berada di atas tanah dibanding yang terbang. Mangsa dari bentet kelabu, antara lain belalang, jangkrik, dan kumbang. Selanjutnya, ketika mangsa tersebut lengah, burung bertopeng hitam ini akan menyambar dan membawa mangsanya ke tempat dia bertengger. Tak jarang bentet kelabu menancapkan mangsanya di ranting berujung runcing atau duri besar lalu menguliti dan menyantapnya sedikit demi sedikit (Ridzki, 2015). Kawasan Desa Wonotirto yang terbilang banyak terdapat serangga ini menjadi salah satu tempat yang sesuai untuk keberlangsungan hidup di bentet kelabu. 

    Burung kicuit batu juga ditemukan di Desa Wonotirto. Kicuit batu dikatakan sebagai pengunjung tetap dan umum secara lokal pada semua ketinggian (terutama di pegunungan) (Kutilang Indonesia, 2012). Maka tidak heran bila kicuit batu berkemungkinan untuk singgah di daerah Desa Wonotirto yang termasuk dalam katagori dataran tinggi dengan ketinggian 1200 mdpl. 

    Burung cekakak jawa pun turut meramaikan kawasan Desa Wonotirto. Berdasarkan pengamatan, burung cekakak jawa ini sedang terbang dan menukik diantara tanaman rendah. Burung ini terbang dengan sangat cepat. Bahkan dalam suatu reverensi dikatakan bahwa burung ini dapat terbang dengan kecepatan 300 km/jam. 

    Adapun burung caladi tilik. Burung yang khas dengan warna hitam dan putih di bagian kepala dan mantel berwarna coklat bercorak putih seperti polkadot terlihat sedang mematuk batang pohon. Perilaku khas pelatuk kecil ini, bergerak perlahan-lahan pada batang pohon atau pohon mati untuk mencari makan. Biasanya hidup menyendiri. Makanan darui burung ini yaitu semut, kumbang, dan serangga lainnya. 

    Selanjutnya, ada burung bondol jawa. Burung ini terlihat sedang bertengger di pohon. Bondol jawa dapat hidup di kawasan Desa Wonotirto yang memiliki ketinggian 1200 mdpl. Hal ini dikarenakan rentang habitat yang sesuai untuk bondol jawa sampai 1500 mdpl. 

    Berdasarkan jenis-jenis burung yang ditemukan di Desa Wonotirto dapat diketahui tingkat keanekaragaman jenis burung yang ada. Penentuan tingkat keanekaragaman ini dilakukan dengan perhitungan indeks shannon wiener dimana berdasarkan perhitungan didapatkan tingkat keanekargamannya yaitu 1,735623332. Hal ini mempertandakan bahwa menurut Shannon-Wiener tingkat keanekaragaman burung dalam kawasan ini terbilang sedang karena berkisar diantara 1< x < 3. Lokasi pengamatan di Desa Wonotirto terbilang masih asri dimana dalam kawasan ini masih banyak ditemukan pepohonan besar. Aktivitas masyarakat di sekitar tempat pengamatan pun hanya sekadar bercocok tanam dan merumput. Selama ini juga belum terdengar adanya penebangan pohon secara liar atau penebangan pohon secara besar-besaran yang mengubah tatanan ekosistem. Oleh karenanya, kawasan Desa Wonotirto masih terbilang alami sehingga masih banyak ditemukan jenis-jenis burung yang mendiami kawasan tersebut.


    DAFTAR PUSTAKA 
    • Eka, Adiwibawa. 2000. Pengelolaan Rumah Walet. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 
    • Idan. 2015. Dunia Walet. diakses pada 22 Januari 2018 pada pukul 21.15 WIB melalui www.academia.edu. . 
    • Kutilang, Indonesia. 2012. Kicuit Batu. diakses pada 22 Januari 2018 pada pukul 22.30 WIB melalui www.kutilang.or.id
    • Perrins CM, Birkhead TR. 1983. Tertiary Level Biology: Avian Ecology. Chapman & Hall. New York. 
    • Ridzki, R. Sigit. 2015. Bentet Kelabu, Ini Dia Si Burung Pengintai. diakses pada 22 Januari 2018 pada pukul 22.23 WIB melalui www.mongabay.co.id
    • Sujatnika PJ, Soehartono TR, Crosby MJ, Mardiastuti A. 1995. Melestarikan Keanekaragaman Hayati Indonesia: Pendekatan Daerah Burung Endemik. PHPA/Birdlife International-Indonesia Programme. Jakarta 
    • Sukiya. 2001. Biologi Vertebrata. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. 
    • Tufiqurrahman, Imam. 2009. Naskah Buku Mengamati Burung. Yogyakarta.

    Tidak ada komentar